BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Kemajuan di bidang ilmu kesehatan nampaknya telah memberi harapan hidup yang lebih baik pada manusia. Namun terlepas dari keberhasilan ilmu kesehatan mengatasi berbagai masalah kesehatan. Masalah lain yang berkaitanpun muncul. Dengan meningkatnya teknologi, perawatan dan pelayanan kesehatan, maka penyakit-penyakit yang menimbulkan wabah dalam skala besar dapat dicegah, sehingga penyakit degeneratiflah yang mulai memerlukan penanganan serius. Sementara karena usia harapan hidup meningkat maka krisis di sektor lain hampir tidak dapat dicegah untuk mengimbangi angka harapan hidup ini.


Perilaku seseorang dikontrol dengan memberikan pilihan-pilihan yang dibatasi sehingga meskipun bebas, suatu sikap yang diambil harus berdasarkan pemikiran bahwa keputusan tersebut tidak melanggar hak orang lain. Hak dan kewajiban untuk mengikuti pilihan-pilihan nilai ini disepakati bersama sehingga tercipta komitmen yang tidak akan dilanggar demi kenyamanan bersama.
B.   Rumusan Masalah
Adapun masalah yang didapatkan antara lain:
1.      Apa yang dimaksud dengan bioetika?
2.      Apa latar belakang dan tujuan pembelajaran kaidah dasar bioetika?
3.      Apa saja kaidah dasar bioetika kedokteran umum dan islam?
4.      Apa saja sifat yang harus dimiliki oleh seorang dokter?
5.      Apa hak dan kewajiban dokter serta pasien?
6.      Bagaimana etika dokter terhadap Allah SWT, pasien, teman sejawat, serta masyarakat?

C.   Tujuan
Adapun tujuan yang didapatkan antara lain:
1.      Agar dapat mengetahui tentang bioetika
2.      Agar dapat mengetahui latar belakang dan tujuan pembelajaran kaidah dasar bioetika
3.      Agar dapat mengetahui kaidah dasar bioetika kedokteran umum dan islam
4.      Agar dapat mengetahui sifat yang harus dimiliki oleh seorang dokter
5.      Agar dapat mengetahui hak dan kewajiban dokter serta pasien
6.      Agar dapat mengetahui etika dokter terhadap Allah SWT, pasien, teman sejawat, serta masyarakat

D.   Manfaat
Adapun manfaat yang didapatkan antara lain:
1.      Mengetahui tentang bioetika
2.      Mengetahui latar belakang dan tujuan pembelajaran kaidah dasar bioetika
3.      Mengetahui kaidah dasar bioetika kedokteran umum dan islam
4.      Mengetahui sifat yang harus dimiliki oleh seorang dokter
5.      Mengetahui hak dan kewajiban dokter serta pasien
6.      Mengetahui etika dokter terhadap Allah SWT, pasien, teman sejawat, serta masyarakat


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Bioetika
Menurut Samuel Gorovitz pada tahun 1995, bioetika atau etika biologi didefinisikan sebagai penyelidikan kritis tentang dimensi-dimensi moral dari pengambilan keputusan dalam konteks berkaitan dengan kesehatan dan dalam konteks yang melibatkan ilmu-ilmu biologis. Bioetika menyelidiki dimensi etis dari masalah-masalah teknologi, ilmu kedokteran, dan biologi yang terkait dengan penerapannya dalam kehidupan. Bioetika juga diartikan sebagai studi tentang isu-isu etika dan membuat keputusan yang dihubungkan dengan kegunaan kehidupan makhluk hidup dan obat-obatan termasuk di dalamnya meliputi etika kedokteran dan etika lingkungan. Dengan demikian bioetika terkait dengan kegiatan yang mencari jawab dan menawarkan pemecahan masalah dari konflik moral. Konflik moral yang dimaksud meliputi konflik yang timbul dari kemajuan pesat ilmu-ilmu pengetahuan hayati dan kedokteran, yang diikuti oleh penerapan teknologi yang terkait dengannya. (Taher, 2003)
B.     Latar Belakang Pembelajaran Bioetika
Adapun latar belakang dan tujuan pembelajaran kaidah dasar bioetika antara lain: (Komalawati, 1989)
1.      Memahami dan mengerti agar mampu menerapkan kaidah dasar bioetik sehingga membela diri dalam masalah hukum karena telah sesuai prosedur
2.      Menghasilkan dokter yang beretika sopan santun
3.      Agar reputasi dokter tidak jatuh
4.      Agar pelayanan kesehatan meningkat

C.    Prinsip Bioetika Umum
Pembelajaran etika tidak membelajarkan keputusan apa yang harus diambil, namun membelajarkan bagaimana cara mengambil keputusan tersebut. Pada praktiknya, satu prinsip dapat dibersamakan dengan prinsip yang lain. Tetapi pada beberapa kasus, karena kondisi yang berbeda, satu prinsip menjadi lebih penting dan sah untuk digunakan dengan mengorbankan prinsip yang lain. Keadaan terakhir disebut dengan prima facie. Dengan mengadopsi prinsip etika kedokteran barat, praktik kedokteran Indonesia mengacu kepada 4 kaidah dasar moral, juga prima facie dalam penerapan praktiknya. Beberapa prinsip yang dapat diadaptasi untuk kepentingan pembelajaran bioetika adalah: (Taher, 2003)
1.      Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi adalah suatu bentuk kebebasan bertindak dimana seorang dokter mengambil keputusan sesuai dengan rencana yang ditentukan sendiri. Dalam prinsip ini, dokter diharapkan dapat menghormati martabat manusia. Pertama, setiap pasien harus diperlakukan sebagai manusia yang memiliki otonomi (hak untuk menentukan nasib diri sendiri). Kedua, setiap manusia yang otonominya berkurang atau hilang perlu mendapatkan perlindungan. Ciri-cirinya antara lain:
a.       Menghargai hak menentukan nasib sendiri
b.      Berterus terang
c.       Menghargai privasi pasien
d.      Menjaga rahasia
e.       Melaksanakan informed consent
2.      Tidak merugikan (Non-maleficence)
Prinsip ini merupakan suatu cara teknis untuk menyampaikan bahwa seorang dokter berkewajiban tidak mencelakakan orang lain. Bila seorang dokter tidak bisa berbuat baik kepada seseorang, maka sekurang-kurangnya dokter wajib untuk tidak merugikan orang lain. Ciri-cirinya antara lain:
a.       Menolong pasien emergensi
b.      Mencegah pasien dari bahaya lebih lanjut
c.       Manfaat pasien lebih besar dari kerugian dokter
3.      Berbuat baik (Beneficence)
Prinsip berbuat baik merupakan segi positif dari prinsip tidak merugikan. Kewajiban berbuat baik menuntut bahwa seorang dokter harus membantu orang lain dalam memajukan kepentingan mereka. Selain menghormati martabat manusia, dokter juga harus mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya (patient welfare). Beneficence terbagi atas dua macam, yaitu
1)      General beneficence, misalnya:
1.      Melindungi dan mempertahankan hak yang lain
2.      Mencegah terjadinya kerugian pada yang lain
3.      Menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain
2)      Spesific beneficence, misalnya:
1.      Menolong orang cacat
2.      Menyelamatkan orang dari bahaya
Ciri-ciri beneficence antara lain:
a.       Alturisme (tanpa pamrih, rela berkorban)
b.      Manfaat lebih besar dari kerugian
c.       Menghargai hak pasien
d.      Menghargai hak pasien
e.       Golden rule principle
4.      Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan mempunyai makna proporsional, sesuai dengan fungsi dan kebutuhannya. Jenis keadilan antara lain:
1)      Komparatif (perbandingan antar kebutuhan penerima)
2)      Distributif (membagi sumber)
Kebaikan membagikan sumber-sumber kenikmatan dan beban bersama, dengan cara merata, sesuai keselarasan sifat dan tingkat perbedaan jasmani dan rohani.
3)      Sosial
Kebajikan melaksanakan dan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bersama.
4)      Hukum (umum)
Pembagian sesuai dengan hukum (pengaturan untuk kedamaian hidup bersama) mencapai kesejahteraan umum.
Ciri-ciri justice antara lain:
a.       Memberlakukan secara universal
b.      Menghargai hak sehat pasien
c.       Tidak membedakan pelayanan kesehatan yang diberikan
5.      Prima facie
Dalam kondisi atau konteks tertentu, seorang dokter harus melakukan pemilihan satu kaidah dasar etik yang paling sesuai konteksnya berdasarkan data atau situasi konkrit tersebut. Inilah yang disebut pemilihan berdasarkan asas prima facie.

D.    Prinsip Bioetika Islam
Sebagai dokter islam, selain mengetahui prinsip bioetika umum yang mengacu pada budaya barat, perlu diketahui juga prinsip bioetika dalam islam. Adapun prinsip tersebut antara lain: (Rahman, 1999)
1.      Kaidah niatan
Prinsip ini meminta dokter untuk berkonsultasi dengan hati nuraninya. Terdapat banyak masalah mengenai prosedur dan keputusan medis yang tidak diketahui oleh pasien atau masyarakat. Seorang dokter dapat saja melakukan suatu prosedur dengan alasan yang mungkin masuk akal dari sudut pandang luar, tapi sebenarnya memiliki niat yang berbeda sekaligus tersembunyi.
2.      Kaidah kepastian (Al yaqiin)
Tidak ada yang benar-benar pasti dalam ilmu kedokteran, artinya tingkat kepastian dalam ilmu keddokteran tidak mencapai standar yaqiin yang diminta oleh hukum. Meskipun demikian diharapkan dokter dalam mengambil keputusan medis, mengambil keputusan dengan tingkat probabilitas terbaik dari yang ada. Termasuk pula dalam hal diagnosis, perawatan medis didasarkan dari diagnosis yang paling mungkin.
3.      Kaidah kerugian (Al dharar)
Terdapat beberapa poin tentang kaidah ini, antara lain:
a.       Intervensi medis untuk menghilangkan kerugian pada pasien
b.       Tidak boleh menghilangkan kerugian dengan kerugian yang sebanding
c.       Keseimbangan antara kerugian dan keuntungan. Maksudnya, pada situasi dimana intervensi medis yang diusulkan memiliki efek samping, dokter mengikuti prinsip bahwa pencegahan penyakit memiliki prioritas yang lebih tinggi dibanding keuntungan dengan nilai yang sama. Jika keuntungan memiliki kepentingan yang jauh lebih tinggi daripada kerugian, maka mendapatkan keuntungan memiliki prioritas yang lebih tinggi.
d.      Keseimbangan antara yang dilarang dan diperbolehkan. Artinya, dokter kadang dihadapkan dengan intervensi medis yang memiliki efek yang dilarang tapi juga memiliki efek yang diperbolehkan. Petunjuk hukum adalah bahwa yang dilarang memiliki prioritas lebih tinggi untuk dikenali jika keduanya muncul bersamaan dan sebuah keputusan harus diambil.
e.       Pilihan antara dua keburukan. Maksudnya, jika dihadapkan dengan dua situasi medis dimana keduanya akan menyebabkan kerugian dan tidak ada pilihan selain memilih salah satu dari keduanya, yang kurang merugikan dilakukan. Dengan cara yang sama, intervensi medis diutamakan di atas kepentingan individu. Individu mungkin harus mendapatkan kerugian untuk melindungi kepentingan umum
4.      Kaidah kesulitan atau kesukaran (Al masyaqqat)
Terdapat beberapa poin tentang kaidah ini, antara lain:
a.       Kebutuhan melegalisir yang dilarang, maksudnya dalam kondisi yang menyebabkan gangguan serius pada kesehatan fisik dan mental, jika tidak segera disembuhkan maka kondisi tersebut memberikan keringanan dalam mematuhi dan melaksanakan peraturan serta kewajiban syariah.
b.      Dalam melanggar syariah tersebut tidak melewati batas-batas yang diperlukan.
c.       Adanya suatu kesulitan tidak menghilangkan secara permanen hak-hak pasien yang harus dikembalikan pada keadaan semula seiring waktu. Kesulitan melegalisir sementara dari tindakan medis yang melanggar, dan berakhir setelah kondisi yang menyulitkan berakhir. Dengan kata lain, jika hambatan telah dilewati, tindakan medis yang dilarang kembali menjadi terlarang.
5.      Kaidah kebiasaan (Al urf)
Dalam prinsip ini, standar yang diterima secara umum untuk perawatan klinis dianggap diperkuat oleh syariah.

E.     Sifat Dasar yang Harus Ditunjukkan Setiap Dokter
Dalam bertugas dan bekerja, seorang dokter memerlukan suatu etika untuk menjalankan profesinya. Hal ini dilakukan agar dapat tercapai suatu keserasian, kecocokan, dan komunikasi yang baik antara dokter dengan pasien dan lingkungannya. Perlu diketahui pula sifat-sifat yang harus ditunjukkan setiap dokter, yaitu: (Komalawati, 1989)
1.      Sifat ketuhanan
Takut akan Allah SWT membuat seseorang melakukan hal yang benar dan menjauhi perbuatan yang akan merugikan orang lain.
2.      Kemurnian niat
Niat yang tulus untuk membantu orang yang memerlukan tanpa memandang status, ras, dan agama.
3.      Keluhuran budi
Dengan budi pekerti yang baik dan sikap yang baik memberikan pelayanan kepada orang lain tanpa mengharapkan balas jasa yang berlebihan.
4.      Kerendahan hati
Dengan kerendahan hati dan sopan dalam bekerja akan memberikan kepuasan bagi pasien.
5.      Kesungguhan kerja
Bekerja dengan sungguh-sungguh akan memberikan hasil yang baik bagi kedua belah pihak.
6.      Integritas ilmiah dan sosial
Bertindak berdasarkan kemampuan yang dimilikinya dan melakukan berdasarkan prosedur.

F.     Kewajiban dan Hak Dokter Serta Pasien
Semua hak melahirkan kewajiban, demikian pula sebaliknya. Hak memberi kenikmatan dan keleluasaan kepada individu di dalam melaksanakannya. Sedangkan kewajiban adalah pembatasan dan beban. Hak di dalam pengertian umum yaitu tuntutan seseorang terhadap sesuatu yang merupakan kebutuhan pribadinya sesuai dengan keadilan, moralitas dan legalitas. Hak dan kewajiban sendiri merupakan kewenangan yang diberikan kepada seseorang oleh hukum. Letak perbedaan yang mendasar antara hak dan kewajiban serta hukum adalah hak dan kewajiban bersifat individual atau melekat pada individu. Hubungan dokter-pasien merupakan hubungan antar sesama manusia. Oleh karena itu mungkin saja terjadi perselisihan antara dokter-pasien. Sehingga perlu dibina hubungan dokter dan pasien. Pada prinsipnya hubungan dokter dan pasien dapat dibina bila masing-masing antar dokter dan pasien menjalankan hak dan kewajiban antara mereka sendiri. Adapun kewajiban dokter antara lain: (Indriyati, 2008)
1.      Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati, dan mengamalkan sumpah kedokteran.
2.      Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi.
3.      Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi.
4.      Setiap dokter wajib melindungi hak insani.
5.      Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenarnya.
6.      Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan menggunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penderita.
7.      Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang penderita, bahkan setelah penderita meninggal dunia.
8.      Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas kemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.
Sedangkan hak dokter antara lain: (Indriyati, 2008)
1.      Melakukan praktik dokter setelah memperoleh surat izin dokter dan surat izin praktik.
2.      Memperoleh informasi yang benar dan lengkap dari pasiennya tentang penyakitnya.
3.      Bekerja sesuai standar profesi.
4.      Menolak melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan etika, hukum, agama, dan hati nuraninya.
5.      Mengakhiri hubungan dengan pasiennya, jika menurut penilaiannya kerja sama dengan pasiennya tidak ada gunanya lagi kecuali dalam keadaan gawat darurat.
6.      Hak atas privasi dokter.
7.      Mengeluarkan surat-surat keterangan dokter.
8.      Menerima imbalan jasa.
Selain dokter, pasien pun memiliki kewajiban dan hak sendiri. Kewajibannya antara lain: (Indriyati, 2008)
1.      Memeriksakan diri sedini mungkin kepada dokter.
2.      Memberikan informasi yang benar dan lengkap tentang penyakitnya.
3.      Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter.
4.      Menandatangani surat-surat Persetujuan Tindakan Medis atau Informed Consent (IC), surat jaminan dirawat di rumah sakit.
5.      Yakin pada dokternya dan yakin akan sembuh.
6.      Melunasi biaya perawatan di rumah sakit, biaya pengobatan serta honorarium dokter.
Adapun hak pasien antara lain: (Indriyati, 2008)
1.      Hak untuk hidup, hak atas tubuhnya sendiri dan hak untuk meninggal secara wajar.
2.      Memperoleh pelayanan kedokteran dan keperawatan secara manusiawi sesuai dengan standar profesi baik kedokteran maupun keperawatan.
3.      Menolak prosedur diagnosis dan terapi yang direncanakan.
4.      Memperoleh penjelasan tentang riset kedokteran dan keperawatan yang akan diikutinya.
5.      Menolak atau menerima keikutsertaannya dalam riset kesehatan dan kedokteran.
6.      Dirujuk kepada dokter spesialis bila diperlukan.
7.      Kerahasiaan dan rekam mediknya atas hal pribadi.
8.      Memperoleh penjelasan tentang peraturan rumah sakit.
9.      Berhubungan dengan keluarga, penasihat rohani, dan lain-lain.
10.  Memperoleh perincian biaya.

G.    Sikap Dokter Terhadap Allah SWT
Seorang dokter harus menyadari dirinya adalah hamba Allah semata dan tidak berarti dirinya serta ilmunya tanpa izin Allah SWT. Sikap tersebut antara lain: (Rahman, 1999)
1.      Dokter harus meyakini dirinya sebagai khalifah fungsionaris Allah SWT dalam bidang kesehatan dan kedokteran.
2.      Melaksanakan profesinya karena Allah SWT semata
3.      Menyadari bahwa seorang dokter hanya melakukan pengobatan dan yang menyembuhkan adalah Allah SWT
4.      Melaksanakan profesinya dengan iman agar tidak merugi

H.    Sikap Dokter Terhadap Teman Sejawat
Para dokter di seluruh dunia mempunyai kewajiban yang sama. Mereka adalah teman-teman seperjuangan yang merupakan kesatuan untuk mengobati penyakit, yang merupakan salah satu pengganggu keselamatan dan kebahagiaan umat manusia. Oleh karena itu, sesama dokter perlu mempertahankan persaudaraan serta saling tolong menolong. Adapun sikap dokter kepada teman sejawatnya telah disebutkan pada beberapa pasal antara lain: (Supriyadi 2003)
Pasal 15 : Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 16 : Setiap dokter tidak boleh mengambil alih penderita dari teman sejawat-nya, tanpa persetujuannya.

BAB III
PEMBAHASAN

Pada skenario yang berjudul “Berpihak pada Prosedur Tetap Rumah Sakit atau Kebijakan Askeskin” didapatkan beberapa masalah, diantaranya:
Dokter Fulan mendapatkan pasien Anu, dari peserta askeskin, yang menderita sepsis (infeksi berat). Setelah dilakukan sensitivitas test didapatkan antibiotik yang sensitif untuk kondisi pasien Anu adalah imipenem. Imipenem sangat mahal dan tidak masuk plafon askeskin. Askeskin merupakan sistem asuransi kesehatan untuk masyarakat yang termasuk dalam keluarga miskin. Sistem ini merujuk pada kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dalam urusan pelayanan kesehatan untuk orang miskin. Orang miskin berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang sesuai, karena sudah mendapatkan subsidi dari pemerintah melalui program askeskin. Program ini bertujuan untuk mewujudkan pelayanan kesehatan dengan mutu dan biaya yang terkendali. Sedangkan sepsis adalah kondisi medis yang berbahaya dan ditemukan dalam hubungan dengan infeksi pada darah oleh karena bakteri. Tanda-tanda dan gejala-gejalanya antara lain: (Underwood, 1999)
1.      Denyut jantung yang meningkat lebih dari 90 kali per menit waktu istirahat
2.      Temperatur tubuh tinggi (>100,4oF atau 38oC) atau rendah (>96,8oF atau 36oC)
3.      Kecepatan pernapasan yang meningkat yaitu lebih dari 20 kali per menit
4.      Jumlah sel darah putih yang abnormal yaitu lebih dari 12000 sel/µL
Sepsis merupakan masalah yang serius, dengan resiko kematian yang tinggi. Antibiotik harus segera diberikan meskipun belum diperoleh hasil biakan dari laboratorium. Pada awalnya pemberian antibiotik berdasarkan kepada bakteri apa yang sering terdapat di daerah yang terinfeksi. Dua jenis antibiotik sering diberikan untuk meningkatkan kemampuannya dalam membunuh bakteri.
 Kemudian jika hasil biakan sudah diperoleh, antibiotik bisa diganti dengan yang paling efektif untuk bakteri penyebab virus. Selanjutnya, antibiotik yang cocok adalah imipenem, yaitu antibakteri beta-laktam yang mempunyai spektrum luas dengan aktifitas yang baik terhadap bakteri batang gram negatif, organisme gram positif, dan anaerob. (Sacher, 2004)
Dokter Fulan berdiskusi dengan dokter Oon. Dokter Oon berpendapat, menurut kaidah non maleficence, pasien harus mendapat pertolongan. Sedangkan dalam rumah sakit menggunakan kaidah justice. Tetapi dalam kasus ini, prima facie kaidah non maleficence terhadap justice tidak bisa diterapkan. Kaidah non maleficence yaitu kaidah dalam masalah yang darurat. Kaidah ini tidak melakukan perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang paling kecil resikonya bagi pasien dan memberikan yang paling banyak manfaatnya bagi pasien sendiri. Sedangkan dalam rumah sakit tersebut menerapkan kaidah justice, yaitu kaidah yang berdasar pada keadilan. Kaidah ini tidak tergantung pada sara, sosial, ekonomi, serta budaya pasien (Taher, 2003). Dalam kasus seperti ini, terjadi prima facie yang berarti memilih antar satu dari dua kaidah bioetik di atas. Sebagai seorang dokter yang bertugas untuk menyelamatkan serta menyembuhkan pasien, oleh karena itu dokter diharapkan dapat mengambil keputusan yang bijak. Sebaiknya dokter mengambil jalan untuk memberikan imipenem, karena hal tersebut membawa banyak manfaat bagi pasien, sehingga dapat dikatakan dokter menetapkan kaidah non maleficence. Masalah keterbatasan dana, dapat dirundingkan lagi dengan sesama dokter serta mengacu pada kebijakan rumah sakit. Pemerintah dapat saja mengeluarkan dana untuk subsidi warga miskin. (Gunawan, 1991)
Dokter Immawan berpendapat bahwa pemeriksaan sensitivitas merupakan penerapan kaidah Al-urf, sedangkan imipenem memenuhi kaidah Al-yaqiin. Kebijakan askeskin merupakan kaidah Al-urf dan Al-yaqiin. Yang jadi masalah ternyata ‘ilat-nya berubah. Sehingga harus ada kaidah yang dimenangkan. Kaidah Al-urf memiliki prinsip, yaitu standar yang diterima secara umum untuk perawatan klinis dianggap diperkuat oleh syariat. Oleh karena itu,
 pemeriksaan sensitivitas yang sudah biasa dilakukan untuk menangani penyakit sepsis termasuk dalam kaidah Al-urf. Imipenem memenuhi kaidah Al-yaqiin karena telah dibuktikan keefektifannya dalam menyembuhkan penyakit sepsis oleh sensitivitas test. Sedangkan askeskin termasuk dalam kaidah Al-urf dan Al-yaqiin. Dalam kasus ini, dokter bisa menerapkan kaidah kerugian atau Al-dharar. Apabila suatu keadaan menjadi darurat, maka hal apapun dibolehkan, asalkan dapat menyembuhkan penyakit pasien atau dengan alasan menolong orang lain yang membutuhkan. (Rahman, 1999)

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A.   Kesimpulan
Bioetika atau etika biologi adalah penyelidikan tentang moral dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan ilmu kesehatan ataupun biologis. Terdapat empat aspek kaidah dasar bioetik, antara lain non maleficence atau darurat, autonomy atau kemandirian, beneficence atau berbuat baik, serta justice atau keadilan. Sedangkan kaidah dasar bioetika islam yaitu kaidah niatan, kepastian, kerugian, kesulitan, dan kebiasaan. Dalam kasus askeskin ini, keputusan yang dapat diambil oleh dokter adalah memberikan imipenem pada pasien. Karena dokter memiliki kewajiban untuk menyembuhkan pasien. Masalah dana dapat dimusyawarahkan dengan dokter yang lain, sehingga akan memunculkan suatu kebijakan rumah sakit.
B.   Saran
Adapun saran-saran yang dapat diberikan mengenai skenario “Berpihak pada Prosedur Tetap Rumah Sakit atau Kebijakan Askeskin” adalah:
1.      Seorang dokter hendaknya menerapkan kaidah dasar bioetika dalam menjalankan tugasnya
2.      Dokter diharapkan menanamkan prinsip dalam dirinya untuk selalu menolong orang lain
3.      Dokter hendaknya menjaga hubungan dengan pasien, teman sejawat, masyarakat, atau lingkungan sekitarnya

Leave a Reply