BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Sistem imun merupakan sistem perlindungan tubuh dari pengaruh luar yang membahayakan. Terdiri atas rangkaian rumit yang berisi sel, jaringan, serta organ-organ yang menyatu satu sama lain untuk melawan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Jika sistem imun bekerja dengan benar, sistem itu akan melindungi tubuh terhadap infeksi jamur atau antigen yang lain. Jamur dapat menjadi suatu antigen karena termasuk golongan polisakarida. Sistem imunitas ini juga dapat mengalami suatu kegagalan akibat tidak dapat memusnahkan antigen yang masuk ke dalam tubuh. Salah satunya adalah terjadinya reaksi hipersensitivitas yang biasa disebut dengan alergi.


B.   Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang didapatkan antara lain:
1.      Bagaimana identifikasi jamur?
2.      Bagaimana cara jamur menginfeksi tubuh?
3.      Bagaimana respon imun terhadap infeksi jamur?
4.      Apa saja komponen yang berperan dalam pertahanan kulit?
5.      Apa definisi reaksi id?
6.      Apa saja macam-macam reaksi hipersensitivitas?
7.      Bagaimana mekanisme pemeriksaan kerokan kuku?

C.   Tujuan
Adapun tujuan yang didapatkan antara lain:
1.      Agar dapat mengetahui identifikasi jamur
2.      Agar dapat mengetahui cara jamur menginfeksi tubuh
3.      Agar dapat mengetahui respon imun terhadap infeksi jamur
4.      Agar dapat mengetahui komponen yang berperan dalam pertahanan kulit
5.      Agar dapat mengetahui definisi reaksi id

6.      Agar dapat mengetahui macam-macam reaksi hipersensitivitas
7.      Agar dapat mengetahui mekanisme pemeriksaan kerokan kuku

D.   Manfaat
Adapun manfaat yang didapatkan antara lain:
1.      Mengetahui identifikasi jamur
2.      Mengetahui cara jamur menginfeksi tubuh
3.      Mengetahui respon imun terhadap infeksi jamur
4.      Mengetahui komponen yang berperan dalam pertahanan kulit
5.      Mengetahui definisi reaksi id
6.      Mengetahui macam-macam reaksi hipersensitivitas
7.      Mengetahui mekanisme pemeriksaan kerokan kuku

BAB II
PEMBAHASAN
A.   Tinjauan Pustaka
Jamur
Jamur (fungi) adalah organisme eukariot yang memiliki satu inti dan membran inti, retikulum endoplasma, mitokondria, dan aparatus sekresi. Jamur memiliki dinding sel kaku penting yang menentukan bentuknya. Dinding sel sebagian besar terdiri dari lapisan karbohidrat (rantai panjang polisakarida) serta glikoprotein dan lipid. Dinding sel melepaskan antigen imunodominan yang dapat menimbulkan respon imun selular dan antibodi diagnostik. Jamur tumbuh dalam dua bentuk dasar, yaitu:
1.      Ragi
Merupakan sel tunggal berbentuk sferis sampai elips dengan diameter 3-5 µm. Ragi bereproduksi dengan membentuk tunas. Setelah proses pembentukan tunas dihasilkan rantai sel ragi yang memanjang, disebut pseudohifa.
2.      Kapang
Terdiri dari tubulus silindris bercabang (hifa). Hifa dibagi mnejadi sel-sel oleh dinding pembatas atau septum yang khas terbentuk pada interval regular selama pertumbuhan hifa.
(Brooks, 2008)
 Menurut lokasi infeksi, jamur pada manusia dapat berupa:
1.      Jamur permukaan
Hidup dalam komponen kulit yang mati, rambut, dan kuku yang mengandung keratin.
2.      Jamur subkutan
Hidup sebagai saprofit dan menimbulkan nodul kronik atau tukak.
3.      Jamur saluran napas
Berasal dari saprofit tanah dan menimbulkan infeksi paru subklinis atau akut.
4.      Kandida albikans
Menimbulkan infeksi superfisial pada kulit dan membran mukosa.
(Garna, 2006)
Komponen sistem imun pada kulit
Kulit berperan sebagai sawar fisik terhadap lingkungan dan inflamasi. Banyak antigen asing masuk tubuh melalui kulit dan respon imun diawali di kulit. Kulit terdiri atas lapisan epidermis dan dermis, antara lain:
1.      Epidermis
Merupakan epitel yang tersusun berlapis yang terdiri atas beberapa lapis. Sel keratinosit dari epidermis diikat satu sama lain karena mempunyai sitoskeleton yang terdiri atas filamen keratin. Di bawah epidermis ada membran basal. Di daerah ini ditemukan struktur khusus yang merupakan tempat epidermis diikat oleh dermis yang disebut dengan matriks. Matriks terdiri atas polisakarida dan protein yang membentuk makromolekul. Membran basal sangat mudah rusak atau terganggu fungsinya dan merupakan tempat umum terjadinya lepuh. Komponen utama sistem imun kulit terdiri atas keratinosit, sel langerhans, dan limfosit intraepidermal. Sel langerhans berperan dalam induksi aktivasi sel T pada dermatitis alergi, dan lain-lain. Sel epitel skuamosa yang merupakan sel utama epidermis berfungsi memproduksi berbagai sitokin yang berperan dalam reaksi imun nonspesifik, inflamasi, dan regulasi respons imun di kulit. Komponen imun lainnya berupa melanosit yang memproduksi pigmen.
2.      Dermis
Komponen utama sistem imun di bagian dermis adalah sel T dan makrofag. Dermis mengandung kolagen yang memproduksi fibroblas dalam jumlah banyak. Dermis juga mengandung pembuluh darah, folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebaseus. Sel CD 4 dan CD 8 banyak ditemukan di dermis, terutama perivaskular dengan sedikit makrofag. Sel T dermal mengekspresikan epitop hidrat arang yang disebut

antigen 1, bereaksi dengan molekul adhesi pada endotel yang berperan dalam homing spesifik sel T memori ke kulit. Dermis juga mengandung sel mast yang berperan pada reaksi hipersensitivitas cepat.
(Garna, 2006)
Respon imun terhadap infeksi jamur
Imunitas spesifik
Infeksi jamur disebut mikosis. Jamur yang masuk ke dalam tubuh akan mendapat tanggapan melalui respon imun. IgM dan IgG di dalam sirkulasi diproduksi sebagai respon terhadap infeksi jamur. Respon cell-mediated immune (CMI) adalah protektif karena dapat menekan reaktivasi infeksi jamur oportunistik. Respon imun yang terjadi terhadap infeksi jamur merupakan kombinasi pola respon imun terhadap mikroorganisme ekstraseluler dan respon imun intraseluler. Respon imun seluler dilakukan sel T CD 4 dan CD 8 yang bekerja sama untuk mengeliminasi jamur. Dari subset sel T CD 4, respon Th 1 merupakan respon protektif, sedangkan respon Th 2 merugikan tubuh.
 Kulit yang terinfeksi akan berusaha menghambat penyebaran infeksi dan sembuh, menimbulkan resistensi terhadap infeksi berikutnya. Resistensi ini berdasarkan reaksi imunitas seluler, karena penderita umumnya menunjukkan reaksi hipersensitivitas IV terhadap jamur bersangkutan.
(Aziz, 2006)
Imunitas nonspesifik
Sawar fisik kulit dan membran mukosa, faktor kimiawi dalam serum dan sekresi kulit berperan dalam imunitas nonspesifik. Efektor utamanya terhadap jamur adalah neutrofil dan makrofag. Netrofil dapat melepas bahan fungisidal seperti ROI dan enzim lisosom serta memakan jamur untuk dibunuh intraselular. Galur virulen (kriptokok neofarmans) menghambat produksi sitokin TNF dan IL-12 oleh makrofag dan merangsang produksi IL-10 yang menghambat aktivasi makrofag.
(Garna, 2006)


Penyakit infeksi jamur
Penyakit yang ditimbulkan jamur dapat dibagi dalam tiga golongan klinis, yaitu:
1.      Mikosis superfisial
Sering menginfeksi kulit, rambut, dan kuku. Infeksi jamur ini kronis, relatif tidak berat. Golongan ini juga termasuk kandida albikans.
2.      Mikosis subkutan
Dapat ditimbulkan oleh luka akibat tusukan jarum dan ditandai oleh abses.
3.      Mikosis sistemik
Merupakan infeksi jamur yang terberat, seperti histoplasmosis, kriptokokis, dan koksidiomikosis yang bermula sebagai infeksi paru dan diperoleh dari inhalansi spora dari jamur yang hidup bebas. Kebanyakan infeksi tidak menunjukkan gejala atau hanya berupa gejala influenza ringan, tetapi kadang menyebar ke jaringan lain dan sering fatal bila tidak diobati.
(Garna, 2006)
Hipersensitivitas
Hipersensitivitas yaitu reaksi imun yang patologik, terjadi akibat respon imun yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. Reaksi hipersensitivitas oleh Robert Coombs dan Philip HH Gell dibagi dalam 4 tipe reaksi, antara lain:
1.      Hipersensitivitas tipe I
Disebut juga reaksi cepat atau reaksi anafilaksis atau reaksi alergi. Reaksi ini timbul segera setelah tubuh terpajan alergen. Urutan kejadian reaksi tipe I yaitu:
1)      Fase sensitasi, waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE hingga diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan sel mast dan basofil.
2)      Fase aktivasi, waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi.
3)      Fase efektor, waktu terjadi respon yang kompleks sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mast dengan aktivasi farmakologik.

2.      Hipersensitivitas tipe II
Disebut juga reaksi sitotoksik atau sitolitik. Reaksi ini terjadi karena dibentuk antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu. Istilah sitolitik lebih tepat mengingat reaksi yang terjadi disebabkan lisis dan bukan efek toksik.
3.      Hipersensitivitas tipe III
Disebut juga reaksi kompleks imun. Terjadi bila kompleks antigen-antibodi ditemukan dalam sirkulasi atau dinding pembuluh darah atau jaringan dan mengaktifkan komplemen. Kompleks imun akan mengaktifkan sejumlah komponen sistem imun.
4.      Hipersensitivitas tipe IV
Reaksi ini dibagi dalam DTH yang terjadi melalui sel CD 4 dan T Cell Mediated Cytolysis yang terjadi melalui sel CD 8.
1)      Delayed Type Hypersensitivity (DTH)
CD 4 Th1 mengaktifkan makrofag yang berperan sebagai efektor. Selain itu juga melepas sitokin yang mengaktifkan makrofag dan menginduksi inflamasi. DTH dapat terjadi sebagai respon terhadap bahan yang tidak berbahaya dalam lingkungan.
2)      T Cell Mediated Cytolysis
Kerusakan terjadi melalui sel CD 8 yang langsung membunuh sel sasaran.
B.   Analisis Skenario
Dalam skenario, didapatkan masalah-masalah sebagai berikut:
Ibu Rini, 40 tahun, datang dengan keluhan gatal-gatal di kelopak mata, permukaan kulit kepala, kuku digiti 2 dan 4 manus dextra serta digiti 3 manus sinistra, tampak kehitaman dan menebal. Rasa gatal yaitu sensasi tubuh yang dapat menimbulkan refleks menggaruk. Gatal pada kasus disebabkan oleh infeksi jamur. Sebenarnya jamur menginfeksi kuku tetapi terasa gatal pada kelopak mata serta permukaan kulit kepala, hal ini disebabkan oleh reaksi id pada infeksi jamur. Selain itu, kuku tampak kehitaman dan menebal dikarenakan produk sel melanosit meningkat akibat infeksi jamur. Jamur menginfeksi hingga lapisan basalis yang mengandung sel melanosit. Sehingga menyebabkan sel melanosit berdiferensiasi. Sel melanosit sendiri berfungsi sebagai pigmen kulit (Prof. Harijono, 2009, Kuliah Pakar).
Infeksi jamur dimulai dengan kolonisasi hifa di dalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang berdifusi ke jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi peradangan.
Dari gejala-gejala yang ditimbulkan dalam skenario, dapat disimpulkan bahwa penderita terkena tinea unguium. Tinea unguium adalah kelainan kuku yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofit. Merupakan dermatofitosis yang paling sulit dan lama disembuhkan.
(Mansjoer, 2000)
Pada kasus ini perlu dilakukan pemeriksaan, tujuannya adalah untuk menegakkan diagnosis, mengetahui jenis hifa atau jenis jamur, serta dapat memudahkan penatalaksanaan. Pengobatan penyakit infeksi jamur antara lain:
1.      Pengobatan sistemik (diberikan bila telah terjadi luka yang lebar)
Griseofulvin micronized 500-1000 mg sehari selama 2-6 minggu, obat golongan azol, serta derivat alilamin.
2.      Pengobatan topikal
Kombinasi asam salisilat 3% dengan asam benzoat 6%.
(Aziz, 2006)

Meminta dokter muda untuk melakukan pemeriksaan kerokan kuku dan hasilnya ditemukan hifa. Bahan pemeriksaan dapat berupa kerokan kulit, rambut, dan kuku. Pemeriksaan kerokan kuku dapat dilakukan dalam tahapan sebagai berikut:
Tempat yang terinfeksi dibersihkan dengan alkohol 70% → Ambil permukaan kuku dengan cara dipotong atau dikerok → Letakkan sampel pada objek glass → Tambahkan 1-2 tetes KOH 20% → Tunggu 15-20 menit untuk melarutkan jaringan → Panaskan di atas api kecil untuk mempercepat pelarutan → Hentikan saat mulai keluar uap → Tambahkan zat warna → Amati di mikroskop → Tampak hifa sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat dan bercabang.
(Mansjoer, 2000)
Hifa adalah filamen sel fungi yang bercabang, tubular (lebar 2-10µm), bentuk pertumbuhan kapang. Sebagian besar sel hifa dipisahkan oleh dinding sel berpori atau septa. Hifa terbagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1.      Hifa zygomycetes, memiliki sekat jarang.
2.      Hifa vegetatif, dapat mengabsorbsi nutrien.
3.      Hifa aerial, memiliki struktur reproduksi.
(Brooks, 2008)
Keluhan gatal pada mata disebabkan karena reaksi id. Reaksi id disebabkan adanya gangguan respon imun tubuh yang menghasilkan masalah kulit. Dermatophytid atau reaksi id adalah reaksi tubuh baik bersifat umum atau terlokalisasi terhadap antigen jamur. Pada reaksi ringan, gejala yang timbul berupa vesikel pada telapak tangan atau bagian samping jari-jari yang disertai dengan rasa gatal. Reaksi id dapat terjadi di bagian tubuh manapun, tergantung dari reseptor yang dimiliki. Di tempat yang terasa gatal tidak ditemukan jamur penyebab, namun dapat ditemukan bakteri jika terjadi infeksi lebih lanjut.
(Mansjoer, 2000)
  
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A.   Kesimpulan
Kulit merupakan pertahanan pertama terhadap pajanan antigen. Di bagian epidermis terdapat komponen imun yang berupa keratinosit, sel langerhans, limfosit intraepidermal, dan melanosit. Fungsi dari keratinosit adalah memproduksi berbagai sitokin. Melanosit berfungsi memproduksi pigmen. Sedangkan pada dermis terdapat sel T dan makrofag.
Penyakit yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofit disebut dermatofitosis. Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena mempunyai daya tarik kepada keratin sehingga infeksi jamur ini dapat menyerang lapisan-lapisan kulit mulai dari stratum korneum sampai stratum basalis.

B.   Saran
Untuk menghindari infeksi jamur pada kulit, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1.      Biasakan cuci tangan dan mandi dengan air yang bersih
2.      Hindari menggunakan barang secara bergantian, misalnya pemakaian handuk yang sama pada suatu keluarga
3.      Perhatikan kebersihan kuku tangan dan kaki
4.      Jangan biarkan pakaian lembab oleh keringat, karena akan memudahkan jamur untuk berkembang biak
5.      Konsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna untuk menjaga imunitas tubuh
  
DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaja, Karnen Garna. 2006. Imunologi Dasar Edisi Tujuh. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Rani, Aziz. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Brooks, Geo F. 2007. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, dan Adelberg. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Djuanda, Adhi. 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FK UI
Sacher, Ronald A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

One Response so far.

  1. Unknown says:

    Wah, benar-benar bermanfaat ini. Makasih ya...

Leave a Reply